Pasang surut tugas pekerjaan pasti pernah dialami oleh setiap karyawan. Sebenarnya tidak hanya karyawan saja yang mengalaminya tapi juga orang-orang yang bekerja untuk dirinya sendiri atau (kalau boleh saya sebut) wiraswasta. Mengenai wiraswasta, saya kurang tahu pasti seluk beluk pasang surut pekerjaan karena saat ini saya masih belajar mengenai hal tersebut. Tapi di sisi karyawan, semenjak saya pertama kali bekerja hingga saat ini, saya selalu mengalami hal tersebut. Ternyata hal ini pun dialami oleh beberapa teman saya, sampai-sampai ketika ada acara kumpul-kumpul pun mereka selalu curhat mengenai pekerjaannya masing-masing.
Curhatnya pun macam-macam tapi masih berkisar pekerjaan yang (menurut mereka) sudah overload. Overload sendiri kan relatif, gak tiap orang punya persepsi yang sama mengenai overload work. Tiap orang punya work threshold masing-masing yang didasari oleh kemampuan bekerja mereka. Jika merasa sudah pada batasnya, pasti tuh dalam hati sudah ‘nge-grundeng’ (baca: menggerutu) soal pekerjaan yang terus-terusan ditambah. Pekerjaan sudah banyak, masih juga ditambah lagi, ya begitulah sedikit cerita dari teman-teman yang sudah bekerja.

Komunikasi itu penting
Jika ‘nge-grundeng’ tadi terjadi terus-menerus akan membuat semangat bekerja menurun. Gak mau kan atasan melihat kita ogah-ogahan bekerja atau bekerja dengan muka yang cemberut abis. Nah, jika memang menurut kita pekerjaan yang diberikan oleh atasan sudah melampaui batas, cara yang terbaik adalah diskusikanlah dengan atasan. Tentunya dengan cara yang baik dan dengan dasar yang kuat. Cara yang baik tentu saja bisa ketika meeting mingguan atau event-event yang memang membahas mengenai apa-apa saja pekerjaan yang sudah dan akan dilakukan. Jika meeting memang jarang sekali, carilah waktu senggang dimana atasan tidak terlalu sibuk.

Dalam komunikasi tersebut, ceritakanlah hal-hal yang menjadi kendala kita dalam mengerjakan tugas tersebut. Jika memang sudah ada tugas yang telah diberikan sebelumnya, hal ini juga selayaknya diberitahukan. Karena bisa jadi atasan kiita lupa telah memberikan tugas yang begitu banyak. Jika perlu, ceritakan mengenai langkah-langkah pengerjaan mana saja yang membuat waktu penyelesaian menjadi lama. Komunikasi ini bukan bertujuan untuk menolak pekerjaan tersebut, tapi lebih kepada menginformasikan dan meminta petunjuk kepada atasan mengenai pekerjaan mana yang lebih urgent. Karena dalam sekian banyak tugas yang diberikan pasti ada yang sifatnya urgent, gak mungkin semuanya bersifat urgent, pasti ada yang low, medium atau high.

List pekerjaan dan urgensi-nya
Setelah dikomunikasikan kepada atasan, maka biasakanlah membuat list pekerjaan beserta urgensinya (urgent, high, medium, atau low) dan juga berapa lama pekerjaan tersebut selesai. Sehingga kita bisa membuat time plan untuk pekerjaan kita dan atasan pun tahu apa yang sedang kita kerjakan dalam suatu waktu. Kita pun harus konsisten mengenai list pekerjaan tersebut, tentunya mengenai hal lamanya penyelesaian pekerjaan tersebut. Karena di sinilah kita akan dilihat konsistensi dalam bekerja.

Hal yang terburuk terjadi adalah atasan membuat semua pekerjaan menjadi urgent atau atasan sama sekali gak ingin kompromi mengenai pekerjaan-pekerjaan tersebut. Nah, kalau sudah begini maka cobalah bersabar dan kurangi ’nge-grundeng’, karena kita bekerja untuk meningkatkan dan menambah pengalaman untuk diri sendiri, bukan untuk atasan. Ingatlah satu pepatah, ”Cintailah pekerjaanmu, bukan perusahaanmu”.

PS: Image diambil dari Free Clip Art